Hal yang Dapat Membatalkan Puasa
Melaksanakan ibadah puasa bagi umat islam berarti menahan haus dan
lapar serta hawa nafsu dari terbitnya fajar sampai tenggelamnya
matahari. Berpuasa bukan hanya sekedar menahan makan dan minum, sehingga
ada banyak hal yang dapat membatalkan puasa selain makan dan minum.
Hal-hal yang Dapat Membatalkan Puasa
1. Makan dan minum.
Umat islam telah bersepakat (ijma`)
bahwa apabila ada orang yang makan dan minum dengan sengaja dan Ia
mengetahui bahwa perbuatan itu adalah haram, maka puasanya batal, karena
menahan diri dari makan dan minum adalah faktor esensi dari pelaksanaan
ibadah puasa. Sedangkan perbuatannya bertentangan dengan pelaksanaan
puasa tanpa ada udzur. Seperti yang dipaparkan di dalam Al Qur`an:
… dan makan
minumlah hingga terang bagimu benang putih dari benang hitam, yaitu
fajar. Kemudian sempurnakanlah puasa itu sampai (datang) malam…
Jikalau
seandainya ada sisa-sisa makanan di sela-sela gigi, kemudian terkena air
ludah tanpa bermaksud mengkonsumsi sisa-sisa makanan yang ada, puasa
tidak batal, dengan syarat apabila saat itu sulit untuk memisahkan mana
air ludah dan mana sisa-sisa makanan yang terkonsumsi. Ketika itu
diberikan dispensasi dan tidak dianggap menyengaja mengkonsumsinya.
Apabila
ada yang makan dan minum karena lupa (tanpa sengaja), maka puasanya
tidak batal. Berdasarkan hadits dari Abi Hurairah Ra.
Dari Abu Hurairah Radliallahu ‘Anhu dari Nabi
Shallallahu ‘Alaihi Wasallam bersabda: “Jika seseorang lupa lalu dia
makan dan minum (ketika sedang berpuasa) maka hendaklah dia meneruskan
puasanya karena hal itu berarti Allah telah memberinya makan dan minum”
(HR. Bukhari).
Seolah-olah
Allah telah memberinya rizki di bulan Ramadhan kepada orang yang
berpuasa. Ini disebutkan secara redaksional pada hadits yang
diriwayatkan oleh Imam Tirmidzi.
2. Memasukkan sesuatu benda ke dalam rongga tubuh melalui lobang yang terbuka.
Benda yang
dimaksud adalah setiap benda yang bisa ditangkap oleh indra manusia
normal, besar ataupun kecil, meskipun sesuatu yang biasanya tidak
dimakan, seperti benang dan jarum.
Rongga
yang dimaksud adalah: bagian otak dan semua bagian organ tubuh yang
berada setelah kerongkongan sampai kepada lambung dan usus-usus. Beda
halnya dengan sesuatu yang masuk ke dalam rongga tidak melalui lobang
yang terbuka, seperti melalui pori-pori, dll
Lobang yang terbuka adalah: mulut, kedua lobang hidung, kedua lobang telinga, qubul(kemaluan), dubur (anus), dll.
Syarat
sesuatu yang dimasukkan itu bias membatalkan puasa adalah, apabila
dimasukkan dengan sengaja, bukan karena terpaksa/tidak bisa dihindari,
seperti halnya debu atau lalat yang masuk tanpa disadari.
Berdasarkan keterangan diatas, maka;
Jikalau
ada yang memasukkan sesuatu dari lobang-lobang yang terbuka dengan
sengaja dan tanpa paksaan dari orang lain, maka puasanya batal. Ia wajib
mengganti (qadha`)puasa di hari lain di luar bulan Ramadhan.
Jikalau ada yang mengkonsumsi sesuatu melalui perantara lobang hidung, puasanya batal.
Jikalau ada yang meneteskan sesuatu melalui telinga atau mengorek telinga, maka puasanya batal.
Jikalau
ada yang memakai obat tetes mata, puasanya tidak batal, meskipun ia
merasakan adanya rasa pahit dan semisalnya di dalam rongga. Karena
tempat masuknya adalah mata, bukan lobang yang terbuka.
Jikalau
ada yang diinjeksi (suntik) saat berpuasa, puasanya tidak batal, karena
suntik tidak dimasukkan pada lobang terbuka, tapi di tempat yang memang
tidak ada lobang yang menyalurkan ke dalam rongga, yaitu kulit.
Air ludah
selama masih berada di dalam mulut meskipun tertelan kembali, tidak
menyebabkan batal puasa. Karena hal tersebut sulit untuk menghindarinya
bagi setiap orang yang masih hidup. Tetapi Jikalau air ludah sudah
dikeluarkan dari mulut, kemudian ditelan kembali, maka puasanya batal.
Begitu juga ketika air ludah yang masih ada di dalam mulut tetapi sudah
bercampur dengan najis dan tertelan, seperti ada orang yang gusinya
berdarah dan ia tidak mencucinya atau meludahkannya, maka puasanya
batal.
Seseorang
yang berwudhu` boleh untuk berkumur-kumur dan memasukkan air ke
hidungnya di siang hari, akan tetapi tidak boleh sampai ke pangkal
hidung, apalagi masuk ke dalam. Jikalau Ia memasukkan air sampai ke
pangkal hidung dan air masuk ke dalam atau berkumur-kumur sehingga air
masuk ke dalam kerongkongan, puasanya batal.
Jikalau ada orang yang menyuntikkan sesuatu melalui dubur (anus),
kadarnya sedikit atapun banyak, maka itu membatalkan puasanya. Karena
ia telah memasukkan suatu benda ke dalam lobang yang terbuka dengan
sengaja, meskipun zat yang dimasukkan tidak sampai ke usus dan lambung.
Jikalau
ada perempuan yang meneteskan sesuatu ke dalam lobang air seni atau
kemaluannya meskipun tidak sampai ke kantong kemih, maka puasanya batal,
karena Ia telah memasukkan suatu benda ke dalam lobang yang terbuka
dengan sengaja.Termasuk meskipun ia cuma memasukkan jari tangan ke dalam
lobang kemaluannya.
3. Muntah disengaja.
Jikalau
seseorang memasukkan tangannya atau memasukkan sesuatu ke dalam
kerongkongannya yang menyebabkan ia merasa mual dan muntah, maka
puasanya batal.
Jikalau
tidak disengaja, tapi ia tidak sanggup menahan muntah; karena pusing,
karena kecapean, karena bau yang tidak menyenangkan, karena perjalanan,
dll..maka puasanya tidak batal.
“Orang-orang
yang tidak sanggup menahan muntahan, maka ia tidak wajib mengqadha
puasanya dan orang –orang yang sengaja menyebabkant muntah, maka ia
mesti mengqadha puasanya.”
Karena
muntahan kalau sudah naik dari lambung, maka ia akan turun naik di dalam
rongga, atau ada bagian dari muntahan yang kembali ke dalam lambung.
Itu artinya ada benda yang masuk ke dalam rongga melalui lobang yang
terbuka.
Jikalaupun
muntahan keluar semuanya tidak ada lagi yang masuk kembali, maka
puasanya tetap batal sebagaimana yang dijelaskan oleh hadits.
4. Berhubungan badan suami-istri dengan sengaja.
Berhubungan
badan suami istri pada siang hari membatalkan puasa, meskipun pergaulan
itu tidak menyebabkan keluarnya sperma. Kepada pasangan suami-istri
dibolehkan melakukannya di malam hari, tanpa berpengaruh terhadap puasa
mereka selama dilakukan sampai sebelum terbit fajar. Sebagaimana yang
dijelaskan oleh ayat:
“Dihalalkan bagi kalian pada malam hari berpuasa untuk bergaul dengan istri-istri kalian”.
Para ahli tafsir mengartikan kalimat rafats di dalam ayat dengan jima` (pergaulan suami istri)
Di dalam ayat yang sama dijelaskan:
“Maka sekarang gaulilah mereka (istri-istri kalian)”
Di dalam ayat yang sama juga dijelaskan:
“Kemudian sempurnakanlah puasa
kalian sampai malam dan jangan kalian gauli mereka di saat kalian sedang
beri`tikaf di masjid-masjid”
Mubasyarah bermakna: bergaul suami-istri.
Berdasarkan
penjelasan ayat maka dipahami bahwa bergaul suami-istri secara hubungan
badan (seksual) membatalkan puasa. Jikalau bermesraan dengan istri
tidak pada kemaluan (hubungan seks) atau sekedar mencumbui istri tapi
menyebabkan keluar sperma, maka puasanya batal. Tetapi jikalau tidak
menyebabkan keluar sperma, maka puasa mereka tidak batal.
Adapun orang-orang-orang yang masih dalam keadaan junub sampai
masuknya waktu fajar; karena malam hari melakukan hubungan suami-istri
atau malamnya mimpi basah, maka puasa mereka tidak batal. Mereka bisa
mandi junub setelah fajar terbit dan menyempurnakan shaum mereka.
5. Istimna (berupaya mengeluarkan mani)
Yang dimaksud dengan istimna` adalah
perbuatan yang sengaja mengeluarkan sperma tanpa melakukan hubungan
badan. Seperti bercumbu, onani dengan tangan sendiri atau dengan tangan
istri, atau dengan sentuhan pada kemaluan. Semua perbuatan itu
membatalkan, karena ada upaya mengeluarkannya dengan sengaja.
Adapun
jikalau sperma keluar bukan karena keinginan, seperti karena mimpi,
berfantasi sesuatu yang indah atau melihat lawan jenis yang menarik,
sehingga menyebabkan keluarnya sperma tanpa menyentuh kemaluan, maka
puasanya tidak batal. Karena Ia tidak berupaya mengeluarkan sperma
dengan sengaja secara langsung dari kemaluannya.
Adapun
jikalau sekedar berciuman suami istri di saat berpuasa, tidak
menyebabkan batalnya puasa. Hanya saja makruh hukumnya berciuman jikalau
berciuman itu dapat membangkitkan syahwat, karena akan dapat
menyebabkan seseorang sulit mengendalikan diri dan bisa membatalkan
puasanya. Sebaiknya tidak melakukannya sama sekali di saat berpuasa.
“Nabi
Saw mencium dan bermesraan (bukan pada kemaluan) dengan istri beliau di
saat beliau sedang berpuasa dan beliau adalah orang yang paling kuat
mengendalikan syahwat”
6. Haid dan nifas.
Jikalau
seorang perempuan dari pagi hari dalam keadaan suci, kemudian di siang
hari Ia mulai haid atau nifas, maka puasanya langsung batal. Ketika itu
Ia mesti langsung membatalkan puasanya, karena Ia tidak lagi menjadi
mukallaf untuk berpuasa. Dan ia justru berdosa jikalau menahan diri dari
hal-hal yang membatalkan puasa jikalau berniat berpuasa. Karena
diantara syarat sahnya puasa adalah bersih dari haid dan nifas.
Puasa yang dibatalkannya tadi wajib diqadha` (diganti) di luar bulan Ramadhan, sedangkan shalatnya selama masa haid dan naifas tidak wajib di qadha`.
7. Hilang akal dan murtad (keluar dari agama islam).
Apabila
seseorang hilang akal, karena gila, dll. atau keluar dari agama islam di
siang hari, maka puasanya batal. Karena mereka ketika itu tidak lagi
dihitung sebagai ahli ibadah, tidak lagi sah pelaksanaan ibadah dari
mereka, termasuk puasa. Karena syarat orang-orang yang dituntut untuk
berpuasa adalah berakal dan beragama islam. Sedangkan kedua syarat itu;
berakal dan dalam keadaan islam tidak terpenuhi oleh seorang yang gila
dan seorang yang murtad.
8. Tidak Mendirikan Sholat.
Berikut keterangan Imam Ibnu Utsaimin tentang status puasa orang yang meninggalkan shalat. Beliau menjelaskan,
“Orang
yang meninggalkan shalat, puasanya tidak sah dan tidak diterima. Karena
orang yang meninggalkan shalat adalah orang kafir, telah murtad keluar
dari islam. Berdasarkan firman Allah ta’ala,
“Jika
mereka bertaubat, menegakkan shalat, dan menunaikan zakat maka mereka
adalah saudara kalian seagama. Kami menjelaskan ayat-ayat untuk kaum
yang mengetahui.” (QS. At-Taubah: 11)
Kemudian, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam juga bersabda,
“Batas antara seorang muslim dengan kesyirikan atau kekufuran adalah meninggalkan shalat.” (HR. Muslim 82)
“Perjanjian
antara kami dengan mereka adalah shalat, siapa yang meninggalkannya
maka dia telah kafir.” (HR. Nasai 463, Turmudzi 2621, Ibn Majah 1079 dan
yang lainnya, hadis shahih).
“Para
sahabat Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak pernah menilai ada
satu amal yang jika ditinggalkan menyebabkan kafir, selain shalat.”
Oleh
karena itu, jika ada orang yang puasa, namun dia tidak shalat maka
puasanya tertolak dan tidak diterima, tidak ada manfaat untuknya di sisi
Allah pada hari kiamat. Karena itu, kita nasehatkan kepada orang ini,
‘Kerjakan shalat dan laksanakan puasa. Jika anda puasa namun tidak
shalat, puasa anda tertolak, karena ibadah orang kafir, tidak diterima.
Tentunya
masih ada hal lain yang dapat membatalkan puasa selain yang dituliskan
dalam artikel ini. Oleh sebab itu, diperlukan kajian tentang hal
tersebut. Demikianlah sedikit pemaparan tentang Hal-hal yang Dapat Membatalkan Puasa dalam artikel ini, semoga dapat memberikan manfaat kepada pembaca.
0 comments: